Banjir besar dunia (Bencana Nuh), berdasarkan penemuan-penemuan geologi dianggarkan terjadi sekitar tahun 11.000 SM atau 13.000 tahun yang lalu.
Bencana Nuh ini juga melanda Nusantara. Hal ini boleh kita buktikan, dengan penemuan, ikan spesifik yang bernama ikan belido, di dua pulau yang berbeza, iaitu Sumatera (sungai musi) dan Kalimantan (sungai kapuas).
Dikatakan, Pulau Sumatera dan Kalimantan, dahulunya bersatu, dimana sungai musi dan sungai kapuas, merupakan anak sungai, dari sebuah sungai, yang pada masa ini berada di dasar laut Selat Malaka. (sumber : Banjir di Zaman Nabi Nuh dan Forum Diskusi Banjir Nuh)
Berdasarkan ilmu Geografi, Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Jazirah Malaka dipisahkan oleh laut yang cetek. Dikatakan sebelum terjadi bencana Nuh, pulau-pulau itu berada dalam satu daratan, yang disebut Pentas Sunda (Sunda Plat).
Beberapa ilmuwan, diantaranya Profesor Aryso Santos dari Brasil, menduga Pentas Sunda ini, dahulunya merupakan benua Atlantis, seperti disebut-sebut Plato di dalam bukunya Timeus dan Critias.
Peradaban Tinggi Masa Lalu
Berdasarkan kepada penemuan naskah kuno di dalam Piramid Besar Cheops, yang mengatakan piramid dibina ‘pada waktu gugusan bintang Lyra berada di rasi Cancer’. Menurut sejarawan, Abu Said El Balchi, peristiwa tersebut terjadi sekitar 73.300 tahun yang lalu.
Kemajuan teknologi di masa lalu, juga boleh dilihat dari kecanggihan, kapal yang dibuat Nabi Nuh bersama pengikutnya, sekitar 11.000 SM (13.000 tahun yang lalu).
Mari kita sekadar memikirkan:
1. Kapal ini boleh memuatkan ribuan bahkan mungkin ratusan ribu pasang haiwan, yang kelak menjadi nenek moyang haiwan masa kini
2. Masing-masing haiwan mesti ditempatkan sesuai dengan habitatnya. Unta harus di tempat yang panas. Pinguin harus di daerah sejuk. Belum lagi buat binatang-binatang kecil seperti semut, kutu, jangkrik, dll. Semuanya mesti disiapkan tempat khusus. Jika tidak, jelas binatang-binatang kecil itu boleh terinjak-injak oleh binatang-binatang lainnya.
3. Untuk pelayaran berminggu-minggu jelas diperlukan gudang makanan yang besar dan canggih. Kalau tidak, mungkin semua tikus dimakan ular, akibatnya tikus menjadi pupus. Belum lagi makanan untuk harimau, singa dan buaya. Untuk lembu, kambing dan kuda juga harus disiapkan rumput segar.
4. Tempat makanan juga mesti bersih, sebab kalau sampai haiwan itu sakit lalu mati, haiwan tersebut akan menjadi pupus. Mungkin kita tidak akan pernah melihat lagi di masa sekarang jika di masa itu telah pupus.
5. Kapal tersebut juga dirancang agar tahan terhadap terjahan ombak dan air banjir, yang mungkin 1000x lebih hebat dari tsunami. Dan mesti menahan beban ribuan haiwan.
Di dalam Al Qur’an diceritakan, gelombang air ketika itu laksana gunung, sebagaimana firman-Nya :
”Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung…” (QS. Hud (11) ayat 42-43).
Bahkan berdasarkan pendapat, salah seorang cendikiawan Muslim, Ustadz Nazwar Syamsu, dalam Buku Serial “Tauhid dan Logika“, bencana Nuh ini, telah mengakibatkan bergesernya kutub utara bumi, dari Makkah kepada posisinya yang sekarang.
Dengan memperhatikan, betapa dahsyatnya teknologi Bahtera Nuh ini, rasanya sukar bagi kita untuk mempercayai penemuan Ekspedisi “Noah’s Ark Ministries International” (NAMI) dari Hongkong, yang mengatakan telah menemui ”The Great Noah Ark”, di gunung Arafat Turki, pada ketinggian 4.000 meter, sekitar bulan April 2010.